Ulama & makrifat
Kecintaan kepada Allah dan Nabi Muhammad membawa kita mencintai orang-orang sholeh. Mereka (orang shaleh) membawa kita kedalam kebaikan, kebagusan Akhlak dan pengetahuan tentang Allah lebih dalam.
Pengertian ulama :
Pendahulu-pendahulu kita telah meninggalkan jejak-jejaknya untuk kita tiru. Setelah keberlangsungan beliau-beliau dimasanya, lahirlah para wali-wali baru yang dilantik Allah. Jadi memang, wali itu selalu dilantik oleh wali yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw.
Zaman sekarang, timbul pertanyaan, siapa yang mengenal makrifat? Makrifat suatu pengetahuan tentang Allah. Manusja memiliki tinggkat hubungan Sama Allah yang berbeda. Para ulama adalah yang mengenal tuhannya. Menjalankan syariat, sunnah-sunnah dst. Mereka takut kepada Allah swt. Kiai-kiai kita diindonesia banyak yang memahami tentang makrifat.
Diperjelas lagi, ulama mereka yang mengetahui tentang ilmu mengenai Allah. Namanya juga Alim-ulama. Disini mari kita kupas sedikit awal mulanya ijtihad dimulai. Ada beberapa periode. Pertama periode Para sahabat senior dan junior. Pada periode ini masih mememakai Alqur'an dan Hadis. Belum memakai ijtihad atau pendapat para ulama.
Pada periode kedua zaman khalifa keempat, Abu bakar ra berani berijtihad mengenai suatu masalah setelah berkiblat kepada Alquran dan hadis atau perkataan nabi. Jika tidak ada maka beliau tidak semberangan bertindak untuk memutuskan perkara. Seperti keberhasilan beliau dalam problematika "membayar zakat" yang mendapat tantangan dari masyarakat pada waktu itu. Lalu umar bin khatab juga begitu, kalau didalam alquran dan hadis tidak menemukan jawaban, maka belau mencari yang sudah ditentukan oleh Sayyidina Abu bakar ra. Jika ada, maka beliau merujuk dan sebaliknya, kalau belum ada maka beliau akan berjjtihad pada ulama
Begitu dengan para sahabat nabi. Setelah itu, umar mengumpulkan para sahabat membahas tentang suatu perkara mengenai problematika islam. Dikumpulkan, duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah. Semua ini adalah ulama. Mereka yang memahami ilmu pengetahun.
Dari sini lahir dua kelompok hadis, bernama Ahlusunnah wal atsar dan Ahlusunna wal qaul. Yang afsar letaknya di hizaz (mekkah-madinah) dan qaul letaknya di (irak, baghadad). Ada 300 para sahabat yang tersebar dimana-mana setelah nabi Muhammad meninggal. Kesemua ini adalah ulama. Tetapi, dalam hal ini terjadi kefanatikan dalam menjelaskan suatu perkara. Misalkan kata ahlusunna wal atsar : "perkataan para ahlu qaul di iraq seperti ahlukitab. (artinya tidak didengarkan dan didengarkan) tidak mengapa.
Tapi, maksud inti dari perkataan itu, ahlu atsar yang paling utama dalam pendapat. Jadi kefanatikan itu sudah ada sejak dulu. Tetapi, tidak sampai berkelahi atau menjelek-jelekan satu sama lain.
Lahir ulama islam, imam malik bin anas. Beliau ini dari Ahlusunna wal qaul yang akhirnya hidup madzhab maliki. Sedangkan hidup juga muridnya, Imam syafi'i yang dikenal sebagai madzhab Ahlusunna wal jama'ah. Pada masa Imam syafi'i muncul keemasan yang luar bisa. Beliau ulama yang berakhlak mulia. Menghormati gurunya. Misalkan, suatu cerita, Imam syafi'i disuru gurunya menjadi imam sholat shubuh. Dikarenakan imam malik tidak memakai qunut saat sholat shubuh, imam syafi'i sendiri mengitu apa yang ada. Menghormati gurunya. Akhlak yang menjadj teladan kita semua.
Pada periode setelah ini, banyak ulama-ulama yang hebat : ibn Mas'ud, imam nawawai dst.
Ulama mereka yang mengingatkan kita akan sesuatu hal, ketika Kita yang sibuk dengan kepentingan duniawi kita. Pandangan yang luas dan berakhlak mulia.
Dengan mencabut ulama hilangnya ilmu-ilmu itu. Ini mengapa akal tidak mampu menembus hakikat. Saya mengutip pendapat habib mundzir Almusawwa mengenai makrifat :
Penulis sendiri tidak berani untuk mengupas banyak mengenai makrifat. Syariat adalah yang utama sebelum sampai kepada makrifat. Syariat perlu diperbaiki, menjauhi maksiat, berakhlak baik, dan kita semua bisa mengenal Allah lebih dalam. Lho, kita kan manusia beda sama Nabi? Tidak. Mengikuti sunnah-sunnah nabi itu mudah. Kecuali kalau ingin seperti Nabi yang hatinya dan kanbiannya diberikan oleh Allah.
Makanya dari itu, buang kesombongan dalam diri merasa hebat, pinter, dan membabi buta mengenai suatu hal. Orang shaleh atau ulama dahulu takut berbicara soal agama (menentukan suatu perkara sebelum mengetahui dari Nabi atau hasil mubahasah) . Sekarang, banyak mulai "ngeleneh" dalam mengharamkan dan menghalalkan. Sekali lagi, Allah berfirman : Ulama adalah yang takut kepada Allah.
Dekatin ulama dan duduk dengan mereka. Mereka akan memberikan kita syafaat. Hindari untuk memikirkan : ah itu ulama biasa.
Semoga bermanfaat. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Kecintaan kepada Allah dan Nabi Muhammad membawa kita mencintai orang-orang sholeh. Mereka (orang shaleh) membawa kita kedalam kebaikan, kebagusan Akhlak dan pengetahuan tentang Allah lebih dalam.
Pengertian ulama :
Pengertian ulama secara harfiyah adalah “orang-orang yang memiliki ilmu”. Dari pengertian secara harfiyah dapat disimpulkan bahwa ulama adalah:
- Orang Muslim yang menguasai ilmu agama Islam
- Muslim yang memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah) sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan ''as-Sunnah (sumber : wikipedia)
Pendahulu-pendahulu kita telah meninggalkan jejak-jejaknya untuk kita tiru. Setelah keberlangsungan beliau-beliau dimasanya, lahirlah para wali-wali baru yang dilantik Allah. Jadi memang, wali itu selalu dilantik oleh wali yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw.
Zaman sekarang, timbul pertanyaan, siapa yang mengenal makrifat? Makrifat suatu pengetahuan tentang Allah. Manusja memiliki tinggkat hubungan Sama Allah yang berbeda. Para ulama adalah yang mengenal tuhannya. Menjalankan syariat, sunnah-sunnah dst. Mereka takut kepada Allah swt. Kiai-kiai kita diindonesia banyak yang memahami tentang makrifat.
Diperjelas lagi, ulama mereka yang mengetahui tentang ilmu mengenai Allah. Namanya juga Alim-ulama. Disini mari kita kupas sedikit awal mulanya ijtihad dimulai. Ada beberapa periode. Pertama periode Para sahabat senior dan junior. Pada periode ini masih mememakai Alqur'an dan Hadis. Belum memakai ijtihad atau pendapat para ulama.
Pada periode kedua zaman khalifa keempat, Abu bakar ra berani berijtihad mengenai suatu masalah setelah berkiblat kepada Alquran dan hadis atau perkataan nabi. Jika tidak ada maka beliau tidak semberangan bertindak untuk memutuskan perkara. Seperti keberhasilan beliau dalam problematika "membayar zakat" yang mendapat tantangan dari masyarakat pada waktu itu. Lalu umar bin khatab juga begitu, kalau didalam alquran dan hadis tidak menemukan jawaban, maka belau mencari yang sudah ditentukan oleh Sayyidina Abu bakar ra. Jika ada, maka beliau merujuk dan sebaliknya, kalau belum ada maka beliau akan berjjtihad pada ulama
Begitu dengan para sahabat nabi. Setelah itu, umar mengumpulkan para sahabat membahas tentang suatu perkara mengenai problematika islam. Dikumpulkan, duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah. Semua ini adalah ulama. Mereka yang memahami ilmu pengetahun.
Dari sini lahir dua kelompok hadis, bernama Ahlusunnah wal atsar dan Ahlusunna wal qaul. Yang afsar letaknya di hizaz (mekkah-madinah) dan qaul letaknya di (irak, baghadad). Ada 300 para sahabat yang tersebar dimana-mana setelah nabi Muhammad meninggal. Kesemua ini adalah ulama. Tetapi, dalam hal ini terjadi kefanatikan dalam menjelaskan suatu perkara. Misalkan kata ahlusunna wal atsar : "perkataan para ahlu qaul di iraq seperti ahlukitab. (artinya tidak didengarkan dan didengarkan) tidak mengapa.
Tapi, maksud inti dari perkataan itu, ahlu atsar yang paling utama dalam pendapat. Jadi kefanatikan itu sudah ada sejak dulu. Tetapi, tidak sampai berkelahi atau menjelek-jelekan satu sama lain.
Lahir ulama islam, imam malik bin anas. Beliau ini dari Ahlusunna wal qaul yang akhirnya hidup madzhab maliki. Sedangkan hidup juga muridnya, Imam syafi'i yang dikenal sebagai madzhab Ahlusunna wal jama'ah. Pada masa Imam syafi'i muncul keemasan yang luar bisa. Beliau ulama yang berakhlak mulia. Menghormati gurunya. Misalkan, suatu cerita, Imam syafi'i disuru gurunya menjadi imam sholat shubuh. Dikarenakan imam malik tidak memakai qunut saat sholat shubuh, imam syafi'i sendiri mengitu apa yang ada. Menghormati gurunya. Akhlak yang menjadj teladan kita semua.
Pada periode setelah ini, banyak ulama-ulama yang hebat : ibn Mas'ud, imam nawawai dst.
Ulama mereka yang mengingatkan kita akan sesuatu hal, ketika Kita yang sibuk dengan kepentingan duniawi kita. Pandangan yang luas dan berakhlak mulia.
Dengan mencabut ulama hilangnya ilmu-ilmu itu. Ini mengapa akal tidak mampu menembus hakikat. Saya mengutip pendapat habib mundzir Almusawwa mengenai makrifat :
Makrifat : suatu pemahaman / pengetahuan tentang Allah swt.
semakin luas pemahaman seseorang tentang Allah swt maka diakatakan : semakin luas ilmu makrifatnya, ahli makrifat adalah orang yg luas pemahamannya tentang Allah swt, dan gelar utk orang yg sangat dekat dg Allah.
semakin luas pemahaman seseorang tentang Allah swt maka diakatakan : semakin luas ilmu makrifatnya, ahli makrifat adalah orang yg luas pemahamannya tentang Allah swt, dan gelar utk orang yg sangat dekat dg Allah.
saudaraku, seorang ahli syariah (ahli hukum islam) yg tidak mempunyai ilmu makrifat (mengenal kedekatan dg Allah) maka ia mestilah orang fasiq, ia akan menggunakan ilmunya untuk bermaksiat, menjual ayat, berkhianat dg hukum syariat itu sendiri.
demikian pula tidak bisa memperdalam makrifat bila ia tidak mengamalkan syariah, ini adalah kejahilan pula.
demikian pula tidak bisa memperdalam makrifat bila ia tidak mengamalkan syariah, ini adalah kejahilan pula.
Makanya dari itu, buang kesombongan dalam diri merasa hebat, pinter, dan membabi buta mengenai suatu hal. Orang shaleh atau ulama dahulu takut berbicara soal agama (menentukan suatu perkara sebelum mengetahui dari Nabi atau hasil mubahasah) . Sekarang, banyak mulai "ngeleneh" dalam mengharamkan dan menghalalkan. Sekali lagi, Allah berfirman : Ulama adalah yang takut kepada Allah.
Dekatin ulama dan duduk dengan mereka. Mereka akan memberikan kita syafaat. Hindari untuk memikirkan : ah itu ulama biasa.
Semoga bermanfaat. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Komentar
Posting Komentar