Belajar, Bahagia atau stres ? (menanggapi usulan "full day school" Mendekbud)
Belajar bukan soal ilmu yang masuk kedalam Brain (otak) dalam kepala. Ilmu bisa saja dipelajari oleh siapa saja tanpa terkecuali. Tetapi, tidak akan mampu dicerna jika dalam keadaan yang tidak normal.
Setelah menteri pendidikan (lama) sekaligus mantan rektor paramadina diganti dari posisi kabinet, kok semakin risih dunia pendidikan kita. Lihat saja pak Muhammad Nuh dizaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Anak SD diperkosa-maaf-maaf saja- mulut pak menteri diam seribu bahasa.
Tiba-tiba seperti ada pertempuran revolusi pendidikan, pak Mendekbud kita memberi usulan akan menerapkan "full day school" dengan melalui cobaan kebeberapa sekolah di daerah-daerah. Anak-anak bukan bahan eksperimen yang tidak berguna.
Dunia pendidikan kita terutama para guru sendiri senang akan kebijakan pak Anies baswedan. Tidak hanya itu saja, murid didik ikut merasakan senang. Lho, tiba-tiba pak muhadjir mengusulkan usulan seperti itu. Mau dibawa kemana arah pendidikan kita. Begitu mudah menerapkan segala hal.
Ingat pak, anak-anak yang duduk di bangku SD ,SMP, SMA mereka semua butuh istirahat dan bermain. Manusia berbeda lagi dengan robot. Jika saja manusia robot. Monggo perintahkan apapun yang dikehendaki dan itu juga ada batasnya.
Pikirkan sekali lagi pak atas pertimbangan yang bagi aku sendiri susah diterima. Pendidikan kita sedang dalam keadaan ambruk. Akar-akarnya diperbaiki dulu, pak menteri. Beliau sendiri kan mantan rektor UMM , patut dicatat , ini bukan perguruan tinggi.
Belajar perlu kenyamanan. Bayangkan saja, mereka sekolah hanya dipelajari dengan materi-materi yang belum tentu itu bisa mereka pakai dikemudian hari. Komunikasi yang dijalin dalam bermain atau waktu luang bisa berdampak baik. Lingkungan menentukan indentitas anak masih-masing-masing.
Pendidikan islandia jauh lebih menyenangkan sebab mereka tidak diberi PR (pekerjaan rumah) dan boleh memilih mata pelajaran yang sesuai minat anak. Prof Rheinald kasali suatu saat pernah mengatakan : banyak orangtua yang ngotot kalau anaknya memang pantas masuk sekolah yang ketat dan mampu secara intelektual. Bagaimana dengan yang lain ?
Sudah saat nya kita pikirkan kemajuan bangsa kita melalui pendidikan. Anak-anak didik yang dibangun cara berpikir dan sikap oleh para guru dari Sabang sampai Merauke perlu dipantau dan memberi dana untuk sekolah-sekolah yang membutuhkan. Maaf-maaf saja, pejabat-pejabat kita sering tertangkap karena korupsi disebabkan penanaman karakter yang kurang. Pikirkan itu pak menteri.
Dengan rasa hormat dan sayang atas bangsa negara Kita sendiri , aku berkata jujur walaupun pahit. Berbicara soal usulan atau kebijakan yang diambil untuk pendidikan kita, berhentilah dulu. Perbaikilah apa yang lebih penting.
Belajar bukan soal ilmu yang masuk kedalam Brain (otak) dalam kepala. Ilmu bisa saja dipelajari oleh siapa saja tanpa terkecuali. Tetapi, tidak akan mampu dicerna jika dalam keadaan yang tidak normal.
Setelah menteri pendidikan (lama) sekaligus mantan rektor paramadina diganti dari posisi kabinet, kok semakin risih dunia pendidikan kita. Lihat saja pak Muhammad Nuh dizaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Anak SD diperkosa-maaf-maaf saja- mulut pak menteri diam seribu bahasa.
Tiba-tiba seperti ada pertempuran revolusi pendidikan, pak Mendekbud kita memberi usulan akan menerapkan "full day school" dengan melalui cobaan kebeberapa sekolah di daerah-daerah. Anak-anak bukan bahan eksperimen yang tidak berguna.
Dunia pendidikan kita terutama para guru sendiri senang akan kebijakan pak Anies baswedan. Tidak hanya itu saja, murid didik ikut merasakan senang. Lho, tiba-tiba pak muhadjir mengusulkan usulan seperti itu. Mau dibawa kemana arah pendidikan kita. Begitu mudah menerapkan segala hal.
Ingat pak, anak-anak yang duduk di bangku SD ,SMP, SMA mereka semua butuh istirahat dan bermain. Manusia berbeda lagi dengan robot. Jika saja manusia robot. Monggo perintahkan apapun yang dikehendaki dan itu juga ada batasnya.
Pikirkan sekali lagi pak atas pertimbangan yang bagi aku sendiri susah diterima. Pendidikan kita sedang dalam keadaan ambruk. Akar-akarnya diperbaiki dulu, pak menteri. Beliau sendiri kan mantan rektor UMM , patut dicatat , ini bukan perguruan tinggi.
Belajar perlu kenyamanan. Bayangkan saja, mereka sekolah hanya dipelajari dengan materi-materi yang belum tentu itu bisa mereka pakai dikemudian hari. Komunikasi yang dijalin dalam bermain atau waktu luang bisa berdampak baik. Lingkungan menentukan indentitas anak masih-masing-masing.
Pendidikan islandia jauh lebih menyenangkan sebab mereka tidak diberi PR (pekerjaan rumah) dan boleh memilih mata pelajaran yang sesuai minat anak. Prof Rheinald kasali suatu saat pernah mengatakan : banyak orangtua yang ngotot kalau anaknya memang pantas masuk sekolah yang ketat dan mampu secara intelektual. Bagaimana dengan yang lain ?
Sudah saat nya kita pikirkan kemajuan bangsa kita melalui pendidikan. Anak-anak didik yang dibangun cara berpikir dan sikap oleh para guru dari Sabang sampai Merauke perlu dipantau dan memberi dana untuk sekolah-sekolah yang membutuhkan. Maaf-maaf saja, pejabat-pejabat kita sering tertangkap karena korupsi disebabkan penanaman karakter yang kurang. Pikirkan itu pak menteri.
Dengan rasa hormat dan sayang atas bangsa negara Kita sendiri , aku berkata jujur walaupun pahit. Berbicara soal usulan atau kebijakan yang diambil untuk pendidikan kita, berhentilah dulu. Perbaikilah apa yang lebih penting.
Komentar
Posting Komentar